KH. Abd. Wahid Khudzaifah karang lebih 12 kitab sebagian masih dalam bentuk tulisan tangan: JAWA POS

Foto: Koran Jawa Pos Radar Madura, di Samping kanan KH. R. Syafiuddin Abd. Wahid Pengasuh PP. Darul Ulum Gersempal Omben Sampang

SEBAGIAN MASIH DALAM BENTUK TULISAN TANGAN*

Almarhum KH. Abd. Wahid Khudzaifah mendirikan Pondok Pesantren Darul Ulum Gersempal, Kecamatan Omben, Sampang, pada 1954. Selain menekuni tarekat Naqsyabandiyah, beliau juga terkenal kehebatannya dalam mengarang kitab.

Saat ini karangan kitabnya yang dikumpulkan ada 12 kitab. Sebagian kitab menjadi materi ajar pesantren. Bukan hanya di Pesantren Darul Ulum Gersempal, melainkan juga di sejumlah pesantren di Kabupaten Pamekasan.

Kiai Abd. Wahid wafat pada 1990. Setelah itu, pondok pesantren yang sudah didirikannya diasuh oleh putranya, KH. Syafiuddin Abd. Wahid, hingga sekarang. “Karangan kitab beliau banyak, tapi yang sudah tercatat di pesantren ini kurang lebih 12 kitab,” tutur Kiai Syafiuddin saat ditemui di kediamannya, Rabu (29/5).

Dia menceritakan, sejak kecil abahnya memang bergelut di dunia pendidikan. Menurut dia, abahnya kali pertama belajar ilmu agama di Pondok Pesantren Nazhatut Thullab, Prajjan, Kecamatan camplong, Sampang.

Disana Kiai Abd. Wahid belajar kepada kakeknya, KH. Zainal Abidin. Beliau memperdalam ilmu alat seperti nahwu, shorrof, bahasa arab, dan ilmu lain. “Setelah belajar di Pesantren Prajjan, beliau pindah ke Ponpes Miftahul Ulum Bettet Pamekasan. Di sana mondoknya sampai delapan tahun,” terangnya.

Di Ponpes Miftahul Ulum itulah pengetahuan di bidang ilmu nahwu meningkat pesat. Saat itu, usianya kurang lebih 17 tahun. Pada usia 20 tahun, beliau berhasil mengarang kitab Bustanus Syubban. Isinya ilmu nahwu yang dituangkan ke dalam seribu bait syair.

Saat ini kitab yang dikarang di Pesantren Miftahul Ulum tersebut dijadikan materi ajar di Pesantren Darul Ulum Gersempal. “Kitab beliau sejak awal jadi materi ajar di pesantren ini. Sekolah dari semua tingkatan pasti ada materi wajib kitab beliau,” terangnya.

Sampai saat ini, masih banyak karangan kitab beliau yang belum disalin dan ditulis menggunakan komputer. Rata-rata masih tulisan tangan, termasuk yang menjadi bahan ajar. “Beliau menulis kitabnya di tiga tempat; Prajjan, Bettet, dan Gersempal,” paparnya.

Menurut Kiai Syafiuddin, dalam menulis kitab, beliau tidak harus ada tempat khusus. Bahkan, pada saat mengajar santri mengaji Alquran, beliau sempat menulis kitab. “Alhamdulillah, beliau sampai sekarang masih terus berdakwah melalui kitab dan tulisannya,” katanya bersyukur. (rus/han)

*Kitab Al-Marhum Karangan KH. Abd. Wahid Khudzaifah, diantaranya:

  • Almukoddam Bisyahidi As-Sullam fi Fanni Al-Mantiq
  • Malihu Al-Bayan fi Ilmi Al-Bayan
  • Iqomatu Al-Abniyya fi Al-Qowaidu As-Sorfiyah
  • Qowaidu Al-Fiqh
  • Al-Anwaru As-Satoati fi Bayani Al-Alatil Ulumi Al- Arba’ati
  • Risalatu Al-Mustahadah
  • Taisiru Al-Murodad fi Ilmi Ushuli Al-Fiqh
  • Bustanu As-Syubban
  • Zahrotu Al-Maidan
  • An-Ni’am ‘ala Nidhami Al-Hikam

Sumber: Jawa Pos Radar Madura, Khasanah Pesantren, Jum’at 31 Mei 2019

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

*